Friday, November 6, 2009

Liburan-19 Juli 2009 - selesai

So, apa siy yang ku dapat dalam perjalanan kali ini?

Hmm …

Sungguh ini bukan perjalanan senang2 alias perjalanan buang duit, wlo kenyataannya ya buang duit juga. Niat bepergian kali ini adalah keluar dari kepenatan yang memenuhi pikiran setelah seminggu suntuk memikirkan dan terus memikirkan sebuah perkara yang dirasa begitu pelik yang hampir tak melihat secuil celahpun saking buntunya. Ku bilang ini adalah PERJALANAN MUHIBAH; kasih yang terserak – silaturahim yang terputus entah karena apa juga dah ga inget blas. Sungguh berharap banyak dari perjalanan ini, berharap dapat membuat sebuah keputusan yang terbaik agar tak ada sesal di kemudian hari; keputusan yang kelak akan memberi perubahan besar di dalam hidup.


Tapi ternyata setelah dihadapkan pada masalah orang lain kok sepertinya masalah ku ini ga ada apa2nya. Sungguh pelajaran yang berharga dan tak ternilai. Pasti inilah maksud dari perjalanan ini karena ku percaya tak ada yang kebetulan yang terjadi di dalam hidup kita, termasuk alasan kenapa akhirnya perjalanan muhibah ini mengarah ke Bandung/Garut dan bukan ke Malang.

Belajar dari pernikahan sahabatku yang melalui ta’aruf singkat dan sebulan kemudian sudah menjadi pasutri; dan berujung pada sebuah tanya:

“Mampukah manusia menolak takdir? Dan sesungguhnya kategori jodoh itu gimana siy?”

Eh itu mah 2 tanya ya bukan sebuah hehehe ….

Jadi teringat lagi alasan mamaku mau dinikahi bapakku dulu, sungguh alasan yang sepele, tapi mereka mampu melewatinya sampai akhir hayat. Dan mereka juga tidak melewati masa pacaran yang panjang. Lalu apa bedanya dengan pernikahan sahabatku ini? Mungkinkah beda nasib aja? Atau beda usaha individu dalam menyikapi hidup? Ada orang yang maunya instant, tapi tidak sedikit yang memang mau bekerja keras. Apapun dikerjakan sebagai bentuk tanggung jawab sebagai kepala keluarga demi memberi kehidupan yang layak bagi istri dan anak. Apapun!!!

Lalu bagaimana dengan urusan menjemput rejeki?

Kenapa ya ketika banyak orang bicara tentang pekerjaan maka yang terpikirkan adalah mencari pekerjaan di luar; kenapa tidak melihat dulu sekelilingnya sekiranya ada yang bisa dijadikan lahan pekerjaan? Emang siy, untuk menjadi besar itu ya harus berpikir besar, tapi bukankah kita juga harus mengukur kemampuan dan factor pendukung lainnya? Kulihat ada ada empang seluas 10x10mtr, bukankah ini bisa diupayakan menjadi lahan pencari nafkah? Bibitnya dari mana? Bisa cari orang yang mau kerjasama bagi hasil ? Klo ga ada, gimana? Cari kerabat yang mau Bantu pun ga ada juga? Doh! Mati kutu juga yah klo dah gini? Hmm …. Klo dah gini, apa solusinya? Jadinya ngerasa manusia paling apes kali ya sedunia? Ikutan buntu juga …. L

Mungkin karena belum pernah mengalami seapes ini *naudzubillah*, tetap ada rasa gregetan …. Masak iya siy seapes itu????

Baiklah, sepertinya Allah mau menunjukkan padaku bahwa bisa jadi ada manusia seapes itu; tapi ini juga ada lho manusia yang selalu penuh harapan. Perkenalanku dengan seorang bapak yang menurutku termasuk nekad mengirim anaknya ke bangku kuliah jika melihat mata pencahariannya. Salut melihatnya benar2 kerja keras mengerjakan apa saja, benar2 apa saja! Dan sebuah keyakinan bahwa rejeki itu ga pernah ketukar. Dalam kondisi yang harus kerja keras itu pun, masih bisa lho memamerkan wajah ramahnya dengan ketulusan yang terlihat jelas ketika tertawa membicarakan upayanya demi mengumpulkan rupiah demi rupiah.

Aku lalu jadi membandingkan dua sosok manusia yang sama2 pria dan sama2 bepredikat bapak dan suami. Sungguh berbeda! Dan ini dapat menjadi cermin banget buatku. Sambil tentu saja berdoa semoga kelak jika dapat rejeki bersuami, semoga diberikan seorang suami yang seperti bapak itu, yang ulet, mau kerja keras, dan terus menggali ilmu untuk meng-upgrade diri demi memenuhi tanggung jawab sebagai seorang laki-laki yang berpredikat suami + bapak. Amin ya Allah!

Pelajaran lainnya adalah manusia itu bisa kok hidup dengan kondisi apapun.

Dulu sahabatku itu bekerja di kantoran, dengan predikat sarjananya tentu saja pekerjaannya pun pantasnya pegang pulpen dan duduk manis di balik meja toh? Tapi sejak peristiwa PHK di thn. 2002 dan belum beruntung lagi mendapat pekerjaan di perusahaan manapun. Tapi dia toh disibukkan membantu saudaranya mengurusi usahanya, sehingga tidak terasa waktu berjalan terus karena kesibukan tetap menjadi teman sehari2. Ku lihat dia sekarang, dengan segala keterbatasan jika tak mau disebut kekurangan, dia masih berusaha tetap tersenyum, berusaha ikhlas menerima keadaan harus tinggal jauh dari keluarga, terpencil di sebuah desa yang jauh kemana2, yang bikin aku terharu karena dia kangen sama ayam KFC L. Ketika ku tanya apa yang membuatnya tetap bertahan? Jawabnya : si ganteng Satibi! Subhanallah!

Sungguh, wlo terkadang harus puasa karena ketiadaan, atau demi mengada2kan susu buat putra semata wayang, dia tetap mampu bertahan.

Dan aku dengan gaya sok mengajari tapi ga sepenuhnya juga begitu siy; lebih karena pengalaman diri sendiri dan tau dari cerita mama, klo aku pun dulu tidak dibesarkan dengan susu kaleng atau ASI; karena tubuhku tidak menerima 2 jenis susu ini sehingga mama berinisiatif mengolah air tajin untuk ku konsumsi setiap harinya. Tubuhku yang ketika bayi keriput, lemah dan sangat mungil, yang membuat mama sebetulnya kuatir anaknya tidak berumur panjang, tapi alhamdulillah … hari ini sehat bugar bahkan seperti kelebihan gizi huehuehue….

Begitu pula makannya, kalo beli biscuit itu mahal, ya diakali aja, dulu juga aku dikasi nasi + sayuran yang diencerkan; ga punya blender? Aku masih ingat dulu ketika adikku masih kecil kebagian menyaring nasi pakai saringan teh aluminium, disaring sampai benar2 halus dan diaduk dengan air hangat … bisa hidup kok.

Ya, kita lah yang harus pandai2 mensiasati hidup. Tidak boleh kalah dengan semua masalah yang ada. Ops!!! Kok nyindir diri sendiri? Jauh2 aku datang ke sini mau mengeluhkan masalahku, kok malah terbalik? Jadi sok menggurui gini? Tapi bukankah pengalaman mamaku boleh dibagi? Buktinya anak2 mama ku tumbuh sehat kok sampai sekarang, ga kalah sama yang dibesarkan dengan produk serba instant itu. Senang dapat berbagi, semoga dapat menjadi kekuatan baru baginya untuk terus bertahan sampai roda kehidupan membawanya dari ketiadaan menjadi sedikit ada klo boleh berada.

Kalau di awal ku namai perjalanan ini perjalanan muhibah, sudah tepat bukan?

Takkan ku dapat kearifan berpikir ini jika ku tak bertemu mereka semua; orang2 yang mungkin sekedar melewati hidup dan tidak menyadari bahwa kehidupan mereka dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Mungkinkah hidupku pun menjadi inspirasi bagi orang lain? Semoga saja, dan sungguh membahagiakan jika dapat berbagi dengan orang lain walau hanya dengan berbagi pengalaman, bukan materi belaka.

Masih banyak pelajaran2 yang tersimpan rapi di benakku, nanti ditulis lagi pelan-pelan, sementara ini disudahi dulu yah … :)

Terima kasih banyak buat yang menyempatkan waktu untuk membacanya *two thumbs up*

No comments:

Post a Comment